" ليس الجمال بأثواب تزيننا ولكن الجمال بجمال العلم والأدب "

Silahkan cari:
Subscribe:

Ads 468x60px

Hakikat Ikhlas

Diposkan Oleh: Muhtadi Bantan - Diperbarui Pada: Selasa, 28 Februari 2012 Pukul 19.41.00



Hakikat Ikhlas


ألجنة أعددت لعبادي الصالحسين

Surga adalah kehidupan hakiki, kehidupan yang sebenarnya tidak berubah untuk selama lamanya.

Adapun kehidupan di dunia adalah kehidupan khoyali , sementara , berubah seiring pergeseran waktu dan perputaran masa.


Harta yang banya itu mampukah menolak malaikat maut?

Karen itu orang yang terbuka hatinya ia tidak hnya mengejar kekayaan khoyali hakiki namun memikirkan apa yang abadi.

Bukti adanya pangkat khoyali ini, maka Al-Qur'a mengajarkan:



حدثنا إبراهيم بن الأشعث ( ليبلوكم أيكم أحسن عملا  ) قال : أخلصه وأصوبه ،

أن عمر بن عبد العزيز ، خطب فحمد الله ثم خنقته العبرة ثم قال : يا أيها الناس أصلحوا آخرتكم يصلح الله لكم دنياكم ، وأصلحوا 
سرائركم يصلح الله لكم علانيتك

إن العمل إذا كان خالصا ولم يكن صوابا لم يقبل ، وإذا كان صوابا ولم يكن خالصا لم يقبل حتى يكون خالصا صوابا ، والخالص إذا كان لله 
، والصواب : إذا كان على السنة

"من أصلح سريرته أصلح الله علانيته"



Abuya Abdulhalim Kadu Peusing

Diposkan Oleh: Muhtadi Bantan - Diperbarui Pada: Rabu, 15 Februari 2012 Pukul 02.27.00



Abuya Abdulhalim Kadu Peusing

Abuya Abdul Halim Kadupeusing Pandeglang Banten, maha guru dan tokoh terkemuka, ulama linuhung ilmu dan amaliah. Beliau amat sederhana hidup dalam kesahajaan sehari-hari, walau sebagai bupati pada waktu itu dengan gaji 3 talen, ukuran sekarang 3jt satu bulan, tp itu tidak di gunakan untuk kepentingan pribadi bahkan sanak saudaranya mendapatkan nafkah dari beliau hasil dari tanam padi.

Maka seorang muridnya yaitu Abuya Muhammad Dimyathi berkata:
"la a'lama wa awro'a illa Abuya Abdulhalim"
tacan manggih kiyaina nu leuwih ulung elmu jeung wara'ina ukur Ki Abdulhalim.
<Belum pernah saya temui seorang tokoh yg berilmu tinggi dan waro' hanya pada Abdulhalim>.

Pada waktu itu, beliau menjabat sebagai bupati Pandeglang, wilayah keresidenan Banten yang di pimpin oleh Residen Banten, KH. Ahmad Khatib. Walau menjadi pejabat, urusan umat tak di tinggalkan, malah beliau bawa sendiri pengajian-pengajian masyarakat ke pendopo kabupaten, dan sebagai kelanjutannya, para pegawai banyak yang mengikuti pengajian itu, sebagai keharusan yang dibutuhkan oleh diri mereka masing-masing.

Pada saat menjabat bupati, sebagai lurah di masing2 tempat di tunjuk beliau dari kalangan santri dan kiayi, seperti KH. Asnadi bin H. Jasrip Kadujurig (Kadueulis, Baturanjang, Cipeucang), kiayi Abdulmanan Garobog, dlsb. yang kesemuanya tak luput dari pengawasan seorang bupati nan karismatik ini.

Sebagai pengayom umat dan masyarakat, beliau amat sopan santun dalam ketawaduan, tak membedakan si kaya dan miskin, bangsawan dan jelata, semua itu atas ketinggian ilmu dan keperibadian akhlak mulya yang dimiliki. Di samping guru thoriqoh, husus al qodiriyah beliau dapatkan dari Syekh Muqri bin Suqiya Karabohong Jaha, Labuan, sebagai salah satu penyebar at thoriqotul qodiriyah di Banten langsung dari Syekh Abdulkarim Tanara.

Bahkan dalam keadaan genting kala itu, banyak gerombolan penculik para kiayi yang terjadi akibat dari kegoncangan perpolitikan dalam negri, tiap malam lingkungan pendopo selalu di jaga, tak kecuali Ahmad Dimyati kala itu umur 17an, hampir tiap malam ronda menjaga guru dan pimpinan umat ini, seumuran itu, Dimyati telah mendapatkan pengamalan thoriqoh qodiriyah yang bersanad pada Abuya Abdulhalim ini.

Secara garis keturunan, Tubagus Abdulhalim, Abuya Abdul Halim nama lainnya, bin Tubagus Muhammad Amin bin Tubagus Mamin bin Tubagus Qosim bin Tubagus Hasyim bin Tubagus Raden Agung Surya bin Tubagus Lanang bin Sultan Abdul Fatah Tirtayasa (yang di makamkan di sebelah utara Masjid Agung Banten, bersama nenek moyang diantaranya: Panembahan Sabakinkin, Syekh Maulana Hasanuddin nama lainnya, Sultan Haji Sultan Abul Fadhl dan permaisuri dan lain-lainnya).

Abuya memiliki putera-puteri, diantaranya:
Nyai Sofiah yang bersuami dengan KH. As'ad As'aduddin bin KH. Ya'qub Cikadueun, berputera:
  1. Nyai Bai
  2. KH. Zabidi beristri Hj. Fatum bt. Abuya Armin Cibuntu.
  3. KH. Tobari
  4. Hj. Hannah


Para Masyayikh

Diposkan Oleh: Muhtadi Bantan - Diperbarui Pada: Minggu, 01 Januari 2012 Pukul 23.49.00



Terima kasih saya ucapkan pada guru-guru semunya, tiada kecuali baik itu yang telah mengajari saya sedari kecil dibidang formal sekolahan, Sekolah Dasar, Ibtidaiyah dan Pesantren yang saya ikuti pembelajarannya.

Wabilkhusus pada Abah Kiayi Haji Ahmad Hasbulloh bin KH. H. M. Syafi'i dan Ibuku Hj. Khodijah bt. KH. Zuhri Nawawi yang telah mendidik, mengajariku raraban, eja kata hingga saya bisa baca-tulis, arab serta latinnya. Dari keduanya saya belajar membaca Al-Quran serta tajwidnya dengan riwayat Imam Hafash dari Imam 'Ashim melalui banyak guru-guru beliau diantaranya guru dari Demak Kiayi Muhit Allohummarham. Kiayi H. Romli Kapugeran Rangkasbitung asal Condol Allohummarham., dan sedikit banyak ilmu alat agama yang telah diajarkan pada saya mulai dari Amil dan Jurumiyah serta Taqrib dan Syarah Sittin hingga ke Fatul Mu'in dan Tafsir Jalalen. Tiada kurang hormat saya pula serta guru-guru pendidik husus di wilayah tempat tinggal di Cikadueun umumnya bilkhusus pada Abah Haji Memed ZA. selaku pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda Cikadueun atholallohu 'umroh serta keluarga dimana saya mengikuti pembelajaran agama seterusnya, disamping guru-guru Madrasah Ibtidaiyyah Nurul Huda Cikadueun, H. A. Badruddin, H. A. Khumaedi juga kakaku Kiai Abad Ubaidillah. Mereka membimbingku pembelajaran agama di Madrasah. Teringat rasa hormat saya pada Al-hafidz Kiai A. Junaedi Allohummarham pendiri Pondok Pesantren Tahfidzil-Quran Al-Muhajirin Cikadueun, yang telah memberikan saya riwayat Al-Quran qiraat sab'ah binnadzar dan riwayat Hafash bil qolb semuanya juga dari gurunya Mbah Arwani Kudus Allohummarham. Ilmu tajwidnya dari Mbah Sanusi Ciliyang Kadumerak Pandeglang.....Adalah riwayat matan Alfiyyah saya ikuti pada Mama Kadukaweng Allohummarham. beserta keluarga KH. Neni, KH. Encep Allohummarham., KH. Malik Allohummarham juga KH. Ani, guru-guru disana saya mengikuti pembelajaran alat nahwu dan sorof pada beliau-beliau semuanya..Adapun riwayat fikih serta kaidahnya yang saya serap dari guru mulia Abah Yusuf Allohummarham. Caringin Cisoka Tangerang. Hingga saat ini saya masih mengikuti belajar di tempat yang saya tinggali sekarang di kampung halamanku tercinta belum menjadi seorang kiayi apalagi ulama masih nyantri dan memang niatan jadi santri selalu. Allohu hadaanii

Semoga atas paparan riwayat kecil ini tiada mengurangi rasa hormat saya pada guru-guru yang telah memberikan saya ilmu walau satu huruf.

Abuya Mekah

Abuya Mekah The Founding Father of Cikadueun



Abah Cikadueun
Abah Cikadueun


Abuya Cisantri
Abuya Cisantri perawi kitab Muslim






KH. Badruddin
KH. Badruddin



H. Chumaedi
lagi ngaji kitab Jalalen

Kiai Saefulloh
Khalifah Al-Muhajirin

Kiai Ubaidillah
Sohibul Ma'had Yayasan Ubaidillah



Mama Sanja Kadukaweng Pandeglang

Diposkan Oleh: Muhtadi Bantan - Diperbarui Pada: Sabtu, 26 November 2011 Pukul 16.03.00



Mama Sanja kadu kaweng pandeglang

Seorang yang terkenal sebagai Raja Alfiyah ini lahir di Cigintung Pandeglang pada tahun 1917 M. Ayahnya bernama H. Kasmin bin Ki Adil, Ibunya bernama Hj. Umi Elas. Sebelum ke Kadukaweng setelah menikah beliau tinggal di kampung isterinya di Kadubuluh, tempat 500m ke arah selatan Kadukaweng dan mempunyai anak satu yaitu KH. Encep Fathoni (alm). Sepeninggal istri pertama, beliau menikah dengan Ibu dan pindah membuka tempat di lahan kosong yang asalnya kampung babakan (tidak berpenghuni) yang seterusnya di sebut Kadukaweng pesantren, karena beliau mendirikan pesantren di sana dan lama kelamaan bernama Pesantren Riyadlul Alfiyah dengan tertuang jelas di papan nama bernama "Pesantren Islam Riyadlul Alfiyah Kadukaweng" disingkat PIRAK.

Penamaan Riyadul Alfiyah disesuaikan dengan kekhususan pelajaran yang dikaji di pesantren ini yaitu kitab al-Fiyah, membahas tentang ilmu alat bahasa Arab karangan Syeikh Jamaluddin Muhammad bin Abdullah bin Malik yang gelaran masyhurnya dengan Ibnu Malik. Adapun nama Riyadl yang artinya taman, orang menyebutnya 'kebon' dan sesuai dengan tempat yang baru dibuka yaitu 'ngababakan' karena asal tempat itu berupa tempat yang belum berpenghuni di kelilingi banyak sawah setelah sepeninggal istri pertamanya bermukim di Kadubuluh.

Selain kitab al-Fiyah yang di muhit, secara priodik bila tamat maka kembali dari awal begitu seterusnya tiada henti yang dikaji dan di ajarkan tiap harinya. Banyak fan (disiplin) ilmu yang juga diajarkan terutama fan ilmu mantiq yaitu sebuah cabang ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara berpikir yang tepat sehingga melahirkan kesimpulan yang tepat pula.

Di Pesantren ini keistimewaannya dalam pengajaran isi kitab al-Fiyah, Mama menggunakan Syarah kitab al-Fiyah dari kitab al-Fiyah Maimuniyah. Isi yang terkandung didalamnya mencakup berbagai disiplin ilmu, mulai dari fan tauhid, fan fikih dan bidang tasawuf, juga didalamnya banyak mengandung ilmu hikam, kata-kata mutiara penuh nasihat. Namun kitab ini sedari tahun sembilan puluhan telah hilang, dipinjam seseorang dan tidak pernah kembali. Selain disiplin keilmuan yang diajarkan di pesantren ini juga di selingi dengan ilmu bela diri sera Cimande, Cikalong dan berbagai ilmu kanuragan yang lainnya, sebagai pelatihan santri untuk berjiwa sehat jasmani dan sebagai persiapan nanti di kemudian hari bila terjun sendiri di masyarakat.

Adapun jiwa dan diri Mama memegang teguh perinsip kesehajaan. Ketawaduan adalah sifatnya yang menonjol. Walau ia dikenal banyak memiliki kekayaan tetapi hidupnya begitu sederhana. Disela-sela mengajar ngaji para santri, beliau selalu menyempatkan diri pergi ke sawah untuk mencangkul. Sawahnya begitu luas membetang dari ujung ke ujung. Sangking luas dan banyak sawah kepunyaanya, beliau sudah tidak diperkenankan lagi membeli sawah oleh pemerintah atas nama dirinya karena sawahnya telah berjumlah ratusan hektar. Adapun sebutannya untuk beliau adalah Mama yang berartikan salah satu gelar orang yang mumpuni dalam keilmuan, namun beliau enggan disebut Mama, beliau hanya menamakan diri sebutan 'Akang' makna kakak dalam bahasa sunda.

Begitulah sosok yang penuh ketawadu'an dalam perikehidupan sehari-hari. Betapa tidak, hingga setelah mempunyai murid banyak pun beliau tidak gila hormat. Pernah satu kejadian dimana ada seorang santri yang mau mesantren ke Kadukaweng menggunakan jasa Mama yang disuruh membawa barang-barangnya. Sebagaimana biasa setelah sholat subuh Mama mencangkul disawah sampai menjelang waktu dimulainya pengajaran di majlis sekitar pukul tujuh pagi. Seorang santri itu membawa banyak bingkisan, ditengah perjalanan ke pesantren PIRAK, dia kewalahan membawa barang-barangnya dan kebetulan ada seorang tua yang berjalan kaki yang kelihatan seorang petani. Santri ini memang belum tahu dimana tempat pesantren, dan dia bertaya pada orang itu bahkan menitipkan barang bungkusannya agar dibawa kepesantren, sekalian berjalan dengan orang tua tadi. Orang yang kelihatanya petani ini mengiakan saja dan siap mengantarkan santri yang ingin mesantren ini hingga ke kobong. Sesampainnya di depan majlis, orang itu berkata: " Saya hanya bisa antar sampai disini saja, bila 'mamang' (sebutan pada santri) mau bertemu seseorang yang akan dijadikan guru, silahkan kesana dan itu rumahnya, saya mau pulang". Selanjutnya santri itu pergi sendirian menuju rumah dan akan bertemu dengan pak kiai, dan tidak lama dia bertemu juga. Namun betapa terkejutnya, ternyata orang tua yang mengantarkannya tadi adalah seseorang yang akan di jadikan guru. Apatah kata penyesalan dan kesia-siaan penyesalan, karena sesal kemudian tiada berguna. Singkat cerita setelah bercengkrama, si santri itu dititipkan sama santri senior oleh Mama, agar ditempatkan di kobong (asrama santri) yang masih tersedia, selanjutnya dia keluar ikut menuju tempat yang akan ditinggalinya mencari ilmu, namun tanpa ada orang yang tahu, dia pulang, pergi meningalkan pesantren begitu saja di malam hari.

Pengalaman ilmiyah Mama dimulai di pesantren Kadugadung Cipeucang, Pandeglang asuhan Kiayi Luthfi, sambil mengenyam pendidikan di Vervolksch School, Sekolah lanjutan untuk sekolah desa, belajar dengan bahasa pengantarnya bahasa daerah dan masa belajar selama 2 tahun. Setelah di Vervolksch School, dilanjutkan nyantri di Kadupeusing asuhan Syeikh Tubagus Abdul Halim, seorang Kiayi yang menjadi Bupati Pandeglang pertama pasca kemerdekaan. Kemudian berguru kepada Syekh Muqri Karabohong Labuan, seorang kiayi yang terkenal dengan semangat pembelaannya pada tanah air. Syekh Muqri pula terjun pada perang Pandeglang pada tahun 1926 bersama Syekh Asnawi caringin dan Syekh Falati dari Maghrabi (maroko) yang sengaja datang ke Banten untuk membantu perjuangan rakyat Banten melawan belanda. Setelah itu Mama menuntut ilmu di luar wilayah Banten. Ia mendatangi pesantren Sukaraja di Garut asuhan Syekh Adro’i. Syekh adro’I ini terkenal sebagai raja Alfiyah waktu itu. Setelah wafatnya Syekh Adro’I, Mama Sanja di yakini sebagai penerus risalah penghulu para ahli kitab alfiyah. Beliau juga menuntut ilmu di pesantren Sempur asuhan Syekh Tubagus Ahmad Bakri bin Tubagus Seda, yang terkenal dengan Mama Sempur. Mama Sempur adalah Bangsawan Banten yang menuntut ilmu kepada Syekh Nawawi bin Umar al-Jawi, kelahiran Tanara, Serang, Banten yang dipusarakan di pemakaman Ma'la Makkah al-mukarromah. Setelah Mama Sempur pulang ke jawa beliau mendirikan pesantren di Sempur Purwakarta. Selain di Sempur Mama juga mesantren di Gentur asuhan Syekh Ahmad Syatibi, Mama Gentur nama lainnya, seorang ulama ahli ilmu balaghoh pengarang Maqulat dan Nasta'in. Selain itu pula Mama mesantren di Cirebon, di Pekalongan, di Bogor di Syeikh Ruyani, Mama Ruyani sebutan lainnya. Juga Mama belajar pada guru-guru yang lain.

Para ulama dan kiayi pengasuh pesantren di seluruh Banten dari mulai tahun limapuluhan sampai Sembilan puluhan rata-rata pernah merasakan nyantri di Mama. Belum lengkap rasanya ilmu yang ditimba di banyak pesantren bila belum merasakan nyantri dan ngaji ilmu nahwu dan shorof yang terdapat dalam kitab al-Fiyah ibnu Malik kepada Mama yang merupakan penghulu para ahli al-Fiyah. Murid-murid beliau menyebar di seluruh Banten dan tanah pasundan khususnya dan pulau jawa dan lampung juga Nusantara pada umumnya. Di antara dari ratusan bahkan ribuan kiayi yang bisa disebutkan sebagai muridnya dan sempat mengenyam pendidikan di Kadukaweng baik husus belajar dan menetap di sana, atau juga yang mengikuti pengajian kilatan sebulan di bulan Ramadhan yang dinamakan pasaran Alfiyah (satu kali khatam), atau mengikuti 'Yamanan' di bulan Rabi'ul Awal selama empatpuluh hari dari tanggal duapuluh safar hingga akhir Rabi'ul Awal, adalah Hadratus Syaikh Abuya Ahmad Damanhuri Arman, Syekh Ahmad Bushtomi (Buya Cisantri), dll.

Beliau mempunyai sebelas orang anak yaitu KH. Encep fathoni (alm), H. Naning Yunani, KH. Juwaini (H. Neni, yang meneruskan beliau menjadi pengasuh pesantren sekarang bersama adik dan adik iparnya, KH. Malik (alm)), Hj. Fathonah, H. ahmad Yani, H. Badruddin, H. Farhani, H. Endin, H. Lutfi, Hj. Lutfiyah dan sibungsu H. Encep. Penganut tariqah Al-qadiriyah wa- Annaqsyabandiyah ini kembali ke Rafiiqul a’la dalam usia ke 82 tahun pada hari Ahad tanggal 25 Muharram 1420 H. bertepatan dengan 11 mei 1999 M.

Itulah sepenggal kisah dan biografi Mama Sanja Kadukaweng Pandeglang, baca juga Abuya SANJA (Santri Jago Alfiyyah) kadu kaweng pandeglang, semoga tulisan ini bermanfaat.