Subscribe:

Jumat, 20 Juli 2012

Makanan yang Menjijikkan

Diposkan Oleh: Muhtadi Bantan - Diperbarui Pada: Jumat, 20 Juli 2012 Pukul 20.30.00


Share this :

Makanan yang Menjijikkan
Makanan yang Menjijikkan

كل نجس خبيث وحرام وليس كل خبيث بنجس

"Semua yang najis itu jijik dan haram. Tidak semua yang jijik itu najis"

Apakah setiap yang menjijikkan itu jadi haram? Padahal standar makanan menjijikkan atau tidaknya pada setiap orang itu sama, artinya tidak berbeda baik orang berbudaya maupun yang masih primitif. Bila saja kita lihat di beberapa daerah ada orang yang masih memakan cacing, ulat dan makanan yang dirasa sebagian orang yang lainnya sesuatu yang menjijikkan. Itu bukan berarti definisi jijik itu relatif, melainkan jijik atas definisi syara' adalah sama semuanya tiada kecuali, yakni yang tidak boleh dikonsumsi. Hanya saja, pada sesuatu yang jijik itu ada yang najis seperti tai ayam, ada yang tidak najis seperti 'umel', ludah, sperma dlsb. Kemungkinan cuma keperibadian orangnya saja manakala masih mengkonsumsi sesuatu tadi dan ini beda dari yang lain alias abnormal. Jelas dia belum mengerti dan memahami apa-apa yang harus di konsumsinya dan apa yang tiada boleh di konsumsi. Karena, bila tiba saatnya dia mengetahui dan memahami, bahkan merasakan bahwa, mengkonsumsi yang tiada boleh di telan akan berakibat pada kesehatannya, maka dia otomatis meninggalkannya. Seperti orang terkena strook, padahal sudah maklum bahwa daging kambing itu boleh dikonsumsi oleh siapa saja sebatas penyembelihannya memenuhi kriteria syara', maka bila ada orang yang sampai mengharamkannya bukan berarti syara' melarang dia makan daging kambing, ini hanya sekedar hikmah dan faidah saja, seperti istilah medis bahwa, dalam zat makanan daging kambing itu mengandung kolesterol yang tinggi, tiada yang lebih dari itu.

Kita di kenalkan dalam Al Qur’an bahwa, makanan menjijikkan di sini disebut dengan khobits. Makna khobits inilah yang mesti kita pahami sebelum kita menghukumi makanan yang menjijikkan itu semuanya najis dan haram.

Allah Ta’ala berfirman,

وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

"Dan Dia mengharamkan bagi mereka segala yang khobits" (QS Al A’raf: 157).

Makna khobits dalam ayat ini ada tiga pemahaman, yaitu:

Khobits adalah makanan haram. Jadi yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dilarang menyantap makanan haram seperti arak dan semisalnya.

Khobits bermakna segala sesuatu yang merasa jijik untuk memakannya, seperti ular, cicak, belatung, kadal dan yang lainnya sebangsa hasyarot, berbagai hewan kecil yang hidup di darat.

Khobits bermakna bangkai, darah dan daging babi. Artinya, Allah mengharamkan dan tidak membolehkan bentuk penghalalan semacam ini walaupun hanya pada bangkai, darah dan daging babi.


Ulama Malikiyah beranggapan bahwa, standar jijik dan tidaknya bukan menurut keriteria jijik dan tiada jijik dari orang Arab dari ahli Hijaz, melainkan oleh setiap manusia di mana saja berada, diwaktu kapan dan jaman apa dia berada. Mereka (Ulama Malikiyah) berdalil dengan tiga ayat yang menerangkan bahwa segala hewan yang secara jelas tidak dinash-kan, tidak tersurat dan tersirat, baik Al-Quran dan Hadite Nabi SAW. atau ucapan Sahabat dan Tabi'in akan haramnya, dihukumi mauquf, pengamatan. Tergantung pada era dan lingkungannya masing-masing. Tiga ayat yang dimaksud sebagai dalil umum adalah:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah: 29)

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ

“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al An’am: 145)

وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ

“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu” (QS. Al An’am: 119).

Dari tiga ayat ini terlihat (tersirat) bahwa makanan haram adalah yang dikecualikan dari keumuman ayat pertama (Al Baqarah: 29). Selain yang diharamkan berarti kembali kepada keumuman yang menyatakan halal atau bolehnya.
Dan menurut kaidah Fiqhiyyah "AL 'ADAT TUNAZZALU MANZILATAL HUKMI"

ألعـــــادات تنزل منزلت الحكم

atau "AL 'ADAT MUHAKKAMAH",

ألعــــادات محكمة

segala apa yang menjadi keriteria makanan boleh dan tidaknya dikonsumsi selain yang tersirat dalam dalil Qath'i tadi, dikembalikan pada kaidah "KULLU MA YUSTAQZDARU WAYASTAQBIQHUL 'ARABU"

 كل ما يستقذر ويستقبقح العرب 

Sesuatu yang dianggap jijik dan tidak dikonsumsi oleh orang arab, maka akan jelas hukumnya. Terkadang sesuatu itu jatuh pada hukum khabits, jijik saja tiada sampai pada najis. Dan ada pula yang sampai pada najis. Seperti contoh diawal tadi.

Dalam menghukumi makanan yang haram, memang ada pula ulama cenderung berpegang pada pendapat ulama Malikiyah yang menilai bahwa yang khobits (jijik) adalah kembali pada dalil. Jika dalil menyatakan haram, itulah yang dimaksudkan khobits. Jika dalil menyatakan halal, itulah yang dimaksudkan dengan thoyyib.

وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّ‌مُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik (thoyyib) dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk (khobits)” (QS Al A’raf: 157).

Jika demikian, jadilah sederhana dan simpel untuk memutuskan manakah makanan yang haram ataukah tidak karena tinggal melihat pada dalil Al Qur’an dan Hadits Nabi yang shahih. Padahal jika kita menggunakan standar orang Arab atau lainnya, ini tidak akan sulit. Kita hanya mengambil hukum kias saja pada apa yang sudah dan terlukis dalam keseharian orang arab. Dengan demikian anggapan, tidak semua hewan ada dan hidup di tengah-tengah orang Arab, akan terkikis habis oleh keumuman kias ini. Ini logika sederhana yang menguatkan jumhur ulama yang berpendapat ini.

Intinya di sini, banyaklah menggali dalil mengenai makanan halal dan haram, hewan yang halal dan haram melalui hukum-hukum yang sudah terukir banyak dalam karya para ulama madzhab empat yang sudah disepakati kemu'tabarannya ini, melalui pengambilan kias-kias hukum yang sudah ada pula. Karena bagaimanapun, masalah-masalah yang baru pasti bermunculan dikehidupan kita hingga akhir jaman. Dan bila harus diketemukan dalil hanya yang tersirat saja dari Al-Quran dan Hadits Nabi SAW. akan banyak kendala dan tiada ujung-ujungnya jika mengesampingkan pendapat para ulama madzhab tadi. Apatah kata sudah maklum dari sabda Nabi SAW. bahwa, ummat semuanya hingga akhir jaman yang lebih tahu sendirinya ketimbang orang lain dalam urusan putusan permasalahan kehidupan di dunia, karena hanya dialah sendiri yang menjamaninya. Ujaran ini telah masyhur dalam riwayat ulama hadits, bahwa Nabi SAW, bersabda: "ANTUM A'LAMU BI UMURI DUNYAKUM"

أنتم أعلم بأمور دنياكم

sehingga kita akan tahu manakah yang khobits, manakah yang thoyyib dari perjalanan mengambil kias-kias tadi.

Wallahu a’lam bish showwab.

Artikel Terkait:

0 Blogger
Twitter
Facebook

0 komentar:

Posting Komentar