Subscribe:

Kamis, 10 November 2011

Allah Tidak Mengalami Perubahan Dalam Dzat Dan SifatNya

Diposkan Oleh: Muhtadi Bantan - Diperbarui Pada: Kamis, 10 November 2011 Pukul 13.29.00


Share this :

Allah tidak berubah, bahwa Allah tidak dipengaruhi oleh ciptaanNYA, dan oleh peristiwa yang terjadi dalam ciptaanNya seperti yang menyebabkan kemarahan, dll. Allah tidak terpengaruh oleh apa yang kita lakukan, atau oleh apa pun dalam ciptaanNya. Hal ini karena Dia tidak membutuhkan ciptaan dalam hal apapun, dengan cara atau bentuk apapun, Allah itu sempurna sebelum dunia ada dan tidak mendapatkan manfaat dari keberadaannya menjadi lebih sempurna, atau berkurang kesempurnaan karena itu.
Allah berfirman:


ﻓَﺈِﻥَّ اﻟﻠّﻪَ ﻏَﻨِﻲٌّ ﻋَﻦِ اﻟْﻌﻠَﻤِﻴْﻦَ

Artinya: Sesungguhnya Allah sama sekali tidak BUTUH KEPADA SELURUH ALAM. (Al Imran: 97)

Dalam hal ini, diriwayatkan oleh Al-Haitamiyy dalam Majma Az-Zawaa'id, ia menyatakan sanadnya diterima, bahwa seorang Badui berkata dalam do'anya, antara lain:


"ﻭﻻ ﺗﻐﻴﺮﻩ ﺍﻟﺤﻮﺍﺩﺙ"

"(Wahai Dzat yang Satu) yang tidak berubah oleh peristiwa apapun."

Setelah selesai, Nabi memanggil Badui dan memberinya beberapa keping emas, dan beliau bertanya kepadanya: 

"Apakah Anda tahu kenapa aku memberikan emas kepada Anda?"

Dia menjawab,

"karena hubungan keluarga di antara kita Wahai Rasulullah?"

Nabi berkata :

"Ikatan keluarga memiliki hak yang melekat kepada mereka, tapi saya memberi Anda emas untuk keindahan pujian Anda kepada Allah."

Begitu juga yang dimaksud dengan "marah" atau "murka" ketika di sandarkan pada Allah, kita lihat dulu makna MARAH dalam kamus Mufradaat Al-Qur'an Ar-Raagħib.

Al-'Aşfahaaniyy berkata tentang għađab  (murka / marah): yaitu "MENDIDIH darah di hati karena ingin membalas dendam," Lalu ia berkata,

"Jika MARAH disandarkan kepada Allah, maka artinya ALLAH MEMBERI ADZAB, tanpa arti lain. (HAL 361) (1 )"

Dalam kamus Lisaanu-l Arab Ibn ManDħuur meriwayatkan dari ahli bahasa Ibnu Arafah:

"Għađab (murka) pada makhluk adalah sesuatu yang masuk ke hati mereka, sebagian baik dan sebagian buruk. Jenis buruknya adalah ketika tanpa hak, dan jenis baik adalah untuk tujuan agama dan dengan hak. Adapun għađab Allah, ini adalah ketidak setujuan-Nya terhadap mereka yang tidak taat kepada-Nya sehingga Dia menghukum mereka. (2)"

MAKA MAKNA MARAH PADA ALLAH BUKAN BERMAKNA MENDIDIHNYA DARAH DI HATI KARENA INGIN BALAS DENDAM, TOH ITU SIFAT PERUBAHAN, YAKNI DARI GEMBIRA BERUBAH JADI MARAH, TOH GEMBIRA DAN MARAH ITU PEKERJAAN HATI DAN ALLAH TIDAK TERSUSUN DARI JUZ..

DALAM Menjelaskan Q:S Thaha, 81, dimana dinyatakan "GHADHABII", yang makna literalnya "murka saya",. Ibnu Al-Jawziyy mengatakan artinya: "azab- Ku. (3)"

Bahkan dalam kamus bahasa Indonesia kata murka tidak selalu berarti perubahan dalam EMOSI yang dinisbahkan dengan kemarahan. Salah satu definisi dari murka adalah: "hukuman yang menghukum untuk suatu pelanggaran atau kejahatan: Siksaan ilahi"


Adapun Hadiits ini:

"ﺇﻥ ﺭﺑﻲ ﻗﺪ ﻏﻀﺐ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻏﻀﺒﺎ ﻟﻢ ﻳﻐﻀﺐ ﻗﺒﻠﻪ ﻣﺜﻠﻪ ﻭﻟﻦ ﻳﻐﻀﺐ ﺑﻌﺪﻩ ﻣﺜﻠﻪ"

{Jika diterjemahkan secara harfiah artinya :
"Sesungguhnya Tuhanku marah hari ini, tidak seperti marah sebelumnya, dan Ia tidak akan murka seperti itu lagi.")

Imam An-Nawawiyy mengatakan dalam penjelasannya dalam Saĥiiĥ Muslim: Yang dimaksud dengan murka Allah adalah hukuman-Nya kepada mereka yang tidak taat kepadaNya, dan apa yang dilihat oleh mereka (orang- orang di hari kiamat) begitu menyakitkan siksaanNya, dan orang-orang berkumpul (pada hari itu) menjadi saksi adzab yang mengerikan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya dan tidak akan pernah lagi mereka lihat sesudahnya. Tidak ada keraguan bahwa ini tidak akan pernah terjadi sebelum hari itu (kiamat), dan seperti tidak akan pernah terulang kembali. Ini adalah arti dari " MARAH Allah," sebagaimana arti dari RIDHO-Nya (terjemahan harfiah: "yang senang"). ketika disandarkan kepada Allah artinya adalah MEMBERI rahmat dan perlakuan lembut kepada mereka yang dikehendaki baik dan martabat yang tinggi. Hal ini karena tidak mungkin Allah berubah menjadi sedang MURKA kemudian berubah menjadi SENANG dll. Wallahu A'lam. (3 / 68 ) (4)


Imam Abu Ĥaniifah mengatakan dalam Al-Fiqh Al-Akbar: "...berubah dan perubahan hanya terjadi pada makhluk ciptaan."

Mengapa Abu Ĥaniifah mengatakan bahwa perubahan dan berubah hanya terjadi pada makhluk?

Karena PERUBAHAN adalah keadaan sesuatu MENJADI BARU, dan semua hal-hal ITU membutuhan pencipta, sebab sebelumnya tidak ada, dan Allah tidak diciptakan, maka Dia tidak berubah. Selain itu, Allah adalah sempurna SECARA MUTLAK.

Barangsiapa mengatakan bahwa Dia berubah, ARTINYA menyiratkan bahwa Ia semakin sempurna, dan SEBELUMNYA TIDAK sempurna, atau kurang sempurna. HAL SEPERTI Ini bukan kepercayaan seorang Muslim.


Imam Ahmad bin Hanbal berkata:

"ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻟﻢ ﻳﻠﺤﻘﻪ ﺗﻐﻴﺮ ﻭﻻ ﺗﺒﺪﻝ ﻭﻻ ﻳﻠﺤﻘﻪ ﺍﻟﺤﺪﻭﺩ ﻗﺒﻞ ﺧﻠﻖ ﺍﻟﻌﺮﺵ ﻭﻻ ﺑﻌﺪ ﺧﻠﻖ ﺍﻟﻌﺮﺵ"

"Allah Ta'ala tidak berubah atau Mengalami substitusi apapun (dalam Sifat-Nya), dan ALLAH TIDAK dikaitkan DENGAN batas sebelum MENCIPTA ARASY dan setelah MENCIPTAnya ( Itiqaad Al-Imam Al-Mubajjal Ibnu Hanbal, P. 297 ).

"Dengan kata lain, Allah tidak bertempat di atas Arsy. Mengapa para ulama cermat menghindari keyakinan bahwa Allah MENGALAMI PERUBAHAN ??

Jawabannya bahwa perubahan pada kenyataannya adalah ADANYA suatu awal PERMULAAN, dan apa-apa YANG ADA awal PERMULAANnya, PASTI ADA YANG MENGadaKan. Setelah DI ADAKAN, BERARTI keberadaannya ADA YANG MENciptakan, jadi semua YANG ADA awal PERMULAAN PASTI ADA YANG MEMbuat. Dengan kata lain, SEMUA PERubahAN ITU diciptakan. DENGAN mengatakan bahwa Allah itu BERUBAH, SAMA DENGAN mengatakan bahwa SIFATNYA DI ciptakan, dan bahwa Ia MERUPAKAN BAGIAN DARI YANG DI CIPTAKAN. Ini seperti kristen yang mengatakan bahwa Allah memiliki seorang putra, YAKNI Ia adalah bagian DARI pencipta (TUHAN) dan JUGA YANG Mencipta bagian (PUTRA) . OLEH SEBAB ITU, tidak ada kitab suci BISA dipahami DENGAN ADANYA perubahan ALLAH, dan setiap kitab suci yang DHOHIRNYA menyiratkan HAL ini tidak MESTI dipahami SECARA DHOHIR. Seperti BIASANYA, setiap arti YANG DISANDARKAN PADA Sang Pencipta dalam NAS KITAB suci YANG MENGANDUNG kemiripan DENGAN MAHLUK, KITA MESTI MERUJUK PADA PENDAPAT SALAF UNTUK MENDAPAT PENJELASAN. Pada tingkat yang paling dasar, MESTI DI YAKINI bahwa Allah tidak memiliki permulaan, dan bahwa SIFAT-Nya tidak memiliki awal. Alasannya adalah bahwa apa-apa YANG ADA awal PERMULAAN adalah ciptaan / MAHLUK, karena pasti ADA YG MENGAdaKan.

Jadi SIAPA yang mengatakan bahwa Allah MENGALAMI perubahan, MAKA ORANG TERSEBUT tidak hanya mengatakan bahwa Allah menyerupai makhluk-Nya, tetapi IA MENGATAKAN JUGA bahwa ALLAH adalah bagian DARI MAHLUK. Ini adalah pengingkaran MURNI PADA firman Allah:


"ﻟﻴﺲ ﻛﻤﺜﻠﻪ ﺷﻲﺀ"


Artinya: "Sama sekali tidak ada YANG menyerupai- Nya." (Al-Sħuura,11)

berdasarkan AYAT ini, jika Allah tidak menyerupai apapun DARI ciptaan-Nya, maka pasti ALLAH tidak dibuat / TIDAK ADA YG MENCIPTA !

BUKAN hanya itu, tapi DENGAN mengatakan Allah ADA awal / PERMULAAN ITU merusak bukti keberadaan Allah ITU SENDIRI,. Alasannya adalah KARENA Allah bukanlah sesuatu yang BISA DI KETAHUI adaNya berdasarkan pengamatan INDRA SAJA, TETAPI, kita tahu bahwa ALLAH ada karena adanya hal-hal yang memiliki awal, yaitu dunia di sekitar kita. Kita tahu bahwa Allah ada, karena SETIAP SESUATU YANG ADA awal / PERMULAAN, PASTI MeMbutuhKan pencipta, DAN PASTI ADA YANG MENGadaKan. Jika seseorang mengatakan bahwa Allah ADA awal / PERMULAAN, maka dia SAMA DENGAN mengatakan bahwa sesuatu BISA menjadi ada tanpa ADA YANG Mencipta, atau bahwa Allah bukanlah Pencipta, atau bahwa Allah DI CIPTAKAN OLEH sendiriNya. Dalam dua kasus pertama, buktinya jelas TIDAK ADA, Dalam kasus terakhir itu juga SAMA TIDAK ADA, karena jika sesuatu dapat menjadi bagian DARI YANG Mencipta dan ciptaan bagian DARINYA, maka bagaimana BISA menghilangkan keraguan tentang dunia tidak BISA ADA DENGAN sendirinya ( MENCIPTA SENDIRI )? Untuk alasan ini, KITA menemukan Wahabi selalu takut MENGEMUKAKAN bukti keberadaan Allah, karena bukti ini juga membuktikan bahwa mereka salah. Bukti ini semua berkisar pada kenyataan bahwa SESUATU tidak memiliki PERubahAN atau awal PERMULAAN tanpa ADANYA YANG Mencipta.

  1. اﻟﻤﻔﺮﺩﺍﺕ ﻓﻲ ﻏﺮﻳﺐ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ, ﺍﺳﻢ ﺍﻟﻤﺆﻟﻒ:ﺃﺑﻮ ﺍﻟﻘﺎﺳﻢ ﺍﻟﺤﺴﻴﻦ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﻮﻓﺎﺓ: 502هـ,ﺩﺍﺭ ﺍﻟﻨﺸﺮ:ﺍﻟﻤﻌﺮﻓﺔ ﺩﺍﺭاﻟﺒﻨﺎﻥ,ﺗﺤﻘﻴﻖ: ﻣﺤﻤﺪ ﺳﻴﺪ ﻛﻴﻼﻧﻲ. ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻤﺆﻟﻒ: ﻭﺇﺫﺍ ﻭﺻﻒ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺑﻪ ﻓﺎﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﻪ ﺍﻻﻧﺘﻘﺎﻡ ﺩﻭﻥ ﻏﻴﺮﻩ. ﺍﻟﻤﻔﺮﺩﺍﺕ ﻓﻲ ﻏﺮﻳﺐ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺝ 1 ﺹ 361
  2. ﻟﺴﺎﻥ ﺍﻟﻌﺮﺏ (ﺝ1/ﺹ648): ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻋﺮﻓﺔ ﺍﻟﻐﻀﺐ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺨﻠﻮﻗﻴﻦ ﺷﻲﺀ ﻳﺪﺍﺧﻞ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﻭﻣﻨﻪ ﻣﺤﻤﻮﺩ ﻭﻣﺬﻣﻮﻡ ﻓﺎﻟﻤﺬﻣﻮﻡ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺤﻖ ﻭﺍﻟﻤﺤﻤﻮﺩ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻓﻲ ﺟﺎﻧﺐ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﺍﻟﺤﻖ ﻭﺃﻣﺎ ﻏﻀﺐ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻬﻮ ﺇﻧﻜﺎﺭﻩ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻋﺼﺎﻩ ﻓﻴﻌﺎﻗﺒﻪ
  3. ﺯﺍﺩ ﺍﻟﻤﺴﻴﺮ (361): ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: {ﻓﻴﺤﻞ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻏﻀﺒﻲ} ﺃﻱ: ﻓﺘﺠﺐ ﻟﻜﻢ ﻋﻘﻮﺑﺘﻲ
  4. .ﺷﺮﺡ ﺍﻟﻨﻮﻭﻱ ﻋﻠﻰ ﻣﺴﻠﻢ (ﺝ 3/ﺹ 68): ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﻐﻀﺐ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻣﺎ ﻳﻈﻬﺮ ﻣﻦ ﺍﻧﺘﻘﺎﻣﻪ ﻣﻤﻦ ﻋﺼﺎﻩ ﻭﻣﺎ ﻳﺮﻭﻧﻪ ﻣﻦ ﺃﻟﻴﻢ ﻋﺬﺍﺑﻪ, ﻭﻣﺎ ﻳﺸﺎﻫﺪﻩ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻤﺠﻤﻊ ﻣﻦ ﺍﻷﻫﻮﺍﻝ ﺍﻟﺘﻲ ﻟﻢ ﺗﻜﻦ ﻭﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺜﻠﻬﺎ, ﻭﻻ ﺷﻚ ﻓﻲ ﺃﻥ ﻫﺬﺍ ﻛﻠﻪ ﻟﻢ ﻳﺘﻘﺪﻡ ﻗﺒﻞ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻣﺜﻠﻪ ﻭﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﻌﺪﻩ ﻣﺜﻠﻪ ﻓﻬﺬﺍ ﻣﻌﻨﻰ ﻏﻀﺐ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻛﻤﺎ ﺃﻥ ﺭﺿﺎﻩ ﻇﻬﻮﺭ ﺭﺣﻤﺘﻪ ﻭﻟﻄﻔﻪ ﺑﻤﻦ ﺃﺭﺍﺩ ﺑﻪ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻭﺍﻟﻜﺮﺍﻣﺔ; ﻷﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻳﺴﺘﺤﻴﻞ ﻓﻲ ﺣﻘﻪ ﺍﻟﺘﻐﻴﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻐﻀﺐ ﻭﺍﻟﺮﺿﺎﺀ. ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺃﻋﻠﻢ

Artikel Terkait:

0 Blogger
Twitter
Facebook