Mengapa Harus Mesantren?
Pesantren memiliki sekian banyak keunikan yang hampir menjadi misteri. Sulit dirumuskan menjadi teori. Menyimpan sekian banyak rahasia yang membuatnya menjadi satu-satunya pola pendidikan agama yang berhasil melahirkan ulama-ulama hebat di sepanjang sejarah perkembangan Islam di Nusantara.
Pendidikan pesantren dikelola tanpa standar teknis dan manajemen yang baku. Jika ada seratus pesantren, berarti juga ada seratus bentuk, seratus kurikulum dan seratus-seratus lainnya. Namun dari keragaman yang sangat kaya itu, pesantren memiliki prisip yang sama dalam menghelat pendidikan keagamaan. Semua pesantren memegang tiga prinsip pokok, yaitu ilmu, amal, dan ikhlas. Tiga pokok lainnya: Iman, Islam, dan Ihsan, atau dalam bahasa lain akidah, syariah, dan akhlak.
Hakikat dari prinsip-prinsip pendidikan keagamaan ini, yang mesti dipegang guru maupun pelajar. Prinsip-prinsip itulah yang sudah sejak lama dipegang oleh pesantren, dan jauh sebelum itu melahirkan Imam Asy-Syafi'i, Imam Al-Bukhari, Imam, Al-Ghazali, Imam As-Suyuthi, dan ratusan ribu ulama lain yang agaknya tak bisa ditandingi oleh generasi-generasi pemikir di era modern ini. Apalagi oleh para cendekiawan yang menimba pengetahuan Islam justru dari dosen-dosen non-Muslim, atau mempelajari Islam dari buku-buku karya para pemikir Yahudi dan Kristen.
Belajar agama jelas tidak bisa disamakan dengan belajar fisika atau matematika. Sebab agama bukan sekedar ilmu pengetahuan, atau informasi-informasi yang bisa didapat dengan cara yang instan dan otodidak. Belajar agama membutuhkan keyakinan yang kuat, riyadhah dan kebersihan hati, tata krama yang luhur, dan lain sebagainya. Jika tidak, maka yang didapat bisa saja hanyalah sesuatu yang palsu