Dunia adalah fatamorgana, dan sebaik-baiknya keindahan itu ada pada wanita solehah
Pertama: Meskipun perempuan tercipta untuk laki-laki, namun perempuan hanya bisa di gauli oleh kaum laki-laki hanya dengan pernikahan yang sah. Islam jelas-jelas melarang segala macam perzinaan dan seks bebas. Hal itu tak lain dalam rangka melindungi kehormatan kaum perempuan dan hak-hak mereka dalam relasi laki-laki dan perempuan. Dengan pernikahan maka nasab (keturunan) akan terpelihara dan terhormat (diakui). Dan dengan pernikahan pula perempuan terlindungi dalam kehidupan sosial, bisa membangun sebuah keluarga dan tidak mudah tercampakkan atau dieksploitasi dengan semau-mau kaum laki-laki.
Kedua: Islam memerintahkan kaum perempuan untuk menutup auratnya (termasuk mengenakan jilbab). Hal ini lebih menunjukkan identitas perempuan muslimah agar tidak mudah dilecehkan, diganggu atau ‘dinikmati’ auratnya oleh setiap mata yang menatap. Dengan jilbab perempuan akan lebih dihormati dan terkesan lebih anggun, jauh dari kesan ‘nakal’. Dengan menutup aurat maka aka tercipta situasi bergaul yang relatif tenang dan kondusif, tidak banyak membuka peluang pikiran kotor kaum laki-laki.
Ketiga: Dalam relasi laki-laki dan perempuan dalam kehidupan rumah tangga, hak-hak kaum perempuan sesuai dengan kewajiban mereka. Kaum laki-laki memiliki hak atas kaum perempuan sebagaimana juga kaum perempuan memiliki hak atas kaum laki-laki. Itulah bentuk nilai-nilai mulia dalam kehidupan berumah tangga. Hak tersebut harus diberikan dengan cara yang baik. Allah SWT berfirman yang artinya:
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf (baik)”QS al-Baqarah: 228.
Keempat: Sebelum Islam datang, hak-hak waris bagi kaum perempuan kerap terabaikan. Dan setelah Islam datang, maka hak waris perempuan menjadi terlindungi dan proporsional. Dengan hukum waris yang ditetapkan oleh Islam, maka kaum perempuan tidak lagi teraniaya sebagaimana yang terjadi di era Jahiliyah. Dalam kehidupan sosial, laki-laki lebih banyak memikul kewajiban dibanding perempuan seperti halnya kewajiban memberi nafkah, membayar mas kawin dalam perkawinan, kewajiban melindungi keamanan keluarga, maka wajar bila bagian waris laki-laki relatif lebih banyak dari pada perempuan. Islam memberikan tuntunan yang proporsional berdasarkan kemaslahatan bersama.
Kelima: Islam mewajibkan perlakuan adil laki-laki terhadap perempuan. Keadilan mutlak dibutuhkan dalam rangka membangun hubungan rumah tangga yang harmonis dan tentram. Jika kebetulan kaum laki-laki berpoligami, maka keadilan dalam nafkah, menggauli, menyediakan sarana dan mengajak bepergian merupakan kewajiban yang harus benar-benar diperhatikan. Sangat dicela oleh agama maupun sosial manakala pelaku poligami melanggar kode etik tersebut. Jika Anda tidak sanggup berlaku adil pada para isteri maka bahagiakan saja diri Anda dengan hanya satu isteri.
Keenam: Islam tidak membolehkan laki-laki memaksakan kehendak kepada perempuan (yang ditinggal mati suaminya) untuk serta merta dijadikan isterinya. Janda dari orang lain tidak boleh kita ‘waris’ sehingga kita menikahi mereka dengan paksa. Islam sangat menjunjung tinggi hak-hak janda sehingga kewenangan menikah ada pada tangan janda itu sendiri, bukan pada walinya. Jika wali seorang gadis sah-sah saja menikahkan dengan ‘paksa’ anak gadisnya, maka hak wali tersebut tidak berlaku kepada para janda. Kaum laki-laki (suami) juga berkewajiban menggauli isterinya dengan baik, seperti; memberikan nafkah dengan wajar, memperlakukan dengan lemah lembut dan sebagainya. Allah SWT berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu memusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka dengan secara patut” QS an-Nisaa’: 19.
Ketujuh: Diharamkannya suami melakukan dhihar dan ilaa’. Dhihar adalah ucapan suami kepada isteri yang berisi penyamaan isterinya dengan ibunya si suami atau salah satu mahramnya. Sedangkan ilaa’ adalah pernyataan sumpah si suami untuk tidak menggauli (melakukan hubungan badan) dengan isterinya. Kedua hal tersebut dilarang oleh agama karena keduanya merupakan perbuatan tidak etis (munkar) dan berpotensi mengganggu keharmonisan hubungan suami-isteri. Artinya, si isteri tidak digauli tidak pula diceraikan. Itu merupakan bentuk perlakuan semena-mena dan membuat derita kepada isteri.
Islam tidak tanggung-tanggung dalam memberikan sanksi atas orang yang melakukan kedua hal itu. Dalam ilaa’ maka si suami harus mengambil resiko menunggu masa 4 bulan, lalu baru bisa kembali menggauli isterinya dengan cara membayar kafarat-nya sumpah atau dengan menceraikan isterinya tersebut. Sedangkan sanksi untuk orang yang melakukan dhihar adalah dengan cara memerdekakan budak, jika tidak menemukan, maka harus berpuasa selama 2 bulan berturut-turut, dan jika tidak mampu maka harus memberi makan 60 orang miskin. Dengan begitu maka kaum laki-laki tidak akan sembarangan memperlakukan kaum perempuan.
Kedelapan: Diberlakukannya hukum-hukum rukhshah (dispensasi) bagi kaum perempuan dalam hal-hal tertentu dan kondisi-kondisi tertentu. Perempuan tidak boleh di bunuh dalam peperangan, dan tidak pula diwajibkan ikut berperang di medan tempur. Dalam masa-masa menstruasi perempuan tidak dikenakan wajib shalat, tidak boleh dijamah (disetubuhi) oleh suami dan tidak wajib berpuasa di hari itu. Perempuan tidak wajib mencari nafkah selagi ada suami.
Kesembilan: Tidak adanya dikotomi antara kaum perempuan dan kaum laki-laki dalam hal pahala amal dan ibadah. Tidak adanya pembedaan dalam status kehambaannya di hadapan Allah. Allah SWT berfirman yang artinya: “SesungguhnyaAku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki atau perempuan, sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain”. QS Ali Imran : 195.
Kesepuluh: Dalam al-Qur’an ada satu surat dengan nama an-Nisaa’ (Wanita). Surah ini terdiri atas 167 ayat, Ayat pertama sampai dengan 35 mengupas tuntas masalah-masalah wanita, khususnya menyangkut relasinya dengan kaum laki-laki. Begitu pula pada ayat 167.
Disamping surah an-Nisaa’ masih ada lagi surah-surah lain yang mengupas masalah wanita seperti surah al-Mujadilah, ath-Thalaq, dan al-Mumtahanah. Ini semua merupakan bentuk penghormatan al-Qur’an terhadap kaum wanita.
Sebenarnya masih banyak bentuk penghormatan Islam terhadap kaum wanita, namun catatan ringkas ini tidak mungkin menjabarkan semuanya. Kepada kaum perempuan Muslimah tidak perlu Anda merasa rendah diri karena menjadi perempuan Muslimah, meskipun Anda tidak pernah terekspos dalam pentas global sebagaimana para selebriti kelas dunia maupun para kontestan kontes-kontes kecantikan. Percayalah bahwa Allah SWT telah memberikan penghargaan tiada ternilai kepada para perempuan shalihah, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Majalah Cahaya Nabawiy, Edisi No.57 Th. V Dzulhijjah 1428 H / Januari 2007 M.