" ليس الجمال بأثواب تزيننا ولكن الجمال بجمال العلم والأدب "

Silahkan cari:
Subscribe:

Ads 468x60px

Nasehat Perkawinan

Diposkan Oleh: Muhtadi Bantan - Diperbarui Pada: Sabtu, 31 Maret 2012 Pukul 02.10.00



Nasehat Perkawinan




ومن أياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكونوا إليها وجعل بينكم مودة ورحمة إن في ذالك لأيات لقوم يتفكرون ( الروم / 21)

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [QS. Ar-Rum ayat 21]


Hadits Nabi SAW :

فال رسول الله صلى عليه وسلم : النكاح سنتى فمن رغب عن سنتي فليس منى

Pernikahan adalah perbuatan yang selalu diinginkan dan didambakan oleh setiap manusia yang hidup. Pernikahan itu adalah sunnah Nabi [النكاح سنتى], maka barang siapa yang tidak melaksanakan nikah, kata Nabi SAW bukan golongannya [فمن رغب عن سنتئ فليس منى]. Pernikahan harus didasarkan pada
agama, ibadah, dan menjalankan sunnah Nabi SAW, dan bukan didasarkan pada nafsu belaka atau didasarkan tujuan lain yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.

Pernikahan harus atas dasar suka sama suka, saling cinta, bukan dasar paksaan, dan bersandar pada ibadah kepada Alloh. Sebab, dalam menjalani kehidupan bahtera rumah tangga, bagaikan orang mengarungi samudra luas dan penuh dengan gelombang, pada siang, malam, panas dan hujan bahkan badai dan genlombang harus dilalui. Mungkin saja, cuaca tidak bersahabat yang tidak pernah kita prediksi yang dapat saja datang secara tiba-tiba.Kita harus selalu siap untuk menghadapi dan selalu mengantisipasi setiap perubahan. Maka, apabila seseorang dalan menjalankan rumah tangga tidak memiliki dasar, pedoman, mesti akan terombang-ambing dalam perjalanan rumah tangganya.

Dalam berumah tangga, kita akan melalui perjalanan panjang dan sangat melelahkan dengan tujuan untuk mecapai “pantai kebahagiaan” yang sakinah dan diridhoi Alloh.. Untuk mencapai “pantai kebahagian” tersebut, tentu saja kita harus: [1] mempersiapkan diri dan mental, baik suami maupun istri, [2] mempersiapkan berbagai keperluan dan bekal agar perjalanan kita terasa aman, nyaman, dan lancer, sebab apabila datang badai dan gelombang, kita akan siap menghadapinya dengan sikap tenang, tidak grogi, tidak takut dan tidak gentar sekalipun dahsatnya badai dan gelombang tersebut, sebab kita memiliki dasar [agama] dan pedoman [al-Qur’an dan Hadits].

Untuk mengarungi perjalanan [rumah tangga] itu dengan baik dan lancar, kita perlu mempersiapkan :

Pertama, kapal [rumah tangga] yang kokoh agar tidak macet dalam perjalanan. Kedua, mesin yang betul-betul baik. Ketiga, bahan bakar yang cukup dan memadai. Keempat, membawa peta dan kompas sebagai pedoman perjalanan agar tidak sesat dalam perjalanan. Kelima, membawa peralatan yang memadai untuk mengantipasi macet. Keenam, nahkoda yang pandai, lihai, dan memiliki strategi untuk mengemudi kapal. Ketujuh, membawa bekal yang cukup dalam perjalanan.

Pertama : Rumah Tangga [الاسرة ], bagaikan kapal [bahtera] yang kokoh. Rumah tangga, harus dibangun atas dasar taqwa, cinta, suka sama suka dan didukung dengan kedua belah pihak keluarga yang merestui serta mengharapkan ridho Ilahi. Selain itu, harus mempunyai niat dan kebulatan tekad untuk berumah tangga atas dasar lillahi ta’ala, dengan ibadah [salat] – Insya Alloh, rumah tangga akan kokoh. Berumah tangga itu sendiri juga sebagai perilaku ibadah kepada Alloh dan menjalankan sunnah Nabi SAW [النكاح سنتى ].

Kedua : Hati [ القلب], sebagai mesin yang bagus. Artinya, suami istri harus punya tujuan yang sama. Berumah tangga bukan untuk hanya sekedar melepas nafsu birahi, melainkan harus memiliki tujuan untuk mencetak generasi-generasi bangsa yang baik, kuat dan tanggung serta bertaqwa kepada Alloh SWT. Tanpa punya perasaan sehati, mungkin saja tujuan tidak akan tercapai. Maka dengan dasar ini, suami istri harus tahu kepribadian masing-masing dan inilah yang dinamakan ta’aruf [تعارف ].

Ketiga : Akhlak [الاخلاق], sebaga bahan bakar. Dalam berumah tangga, apabila hanya berbekal atau memiliki cinta dan perasaan saja, tanpa dibekali dan atau dibarengi dengan akhlak mulia, jangan berandai-andai untuk dapat menguasai medan perjuangan yang berat itu. Akhlak adalah pondasi utama dalam beragama, kata Abul Atahiyah : ليست الدنيا الا بدين وليس الدين الابمكارم الاخلاق , artinya ”tidaklah dikatakan dunia kecuali dengan agama dan tidaklah dikatakan agama kecuali dengan akhlak mulia”. Maka, kita harus membangun rumah tangga dengan akhlak yang muliah. Akhlak sebagi pondasi utama untuk membangun rumah tangga. Prinsip akhlak disini adalah saling menghargai, menghormati, menyayangi, penuh dengan senyum. Sifat ini dinamakan tabassum [التبسم] dan sifat ini sangat dianjurkan Rosululloh SAW.

Keempat : القران الكريم والحديث sebagai peta dan kompas. Sebagai pedoman agar tidak tersesat dalam perjalanan dan ketika menemukan kesulitan, keresahaan, bacalah al-Qur’an dan kemudian kembalikan atau pasrah kepada Alloh. Suami dan istri harus saling mengingatkan dan ta’awun atau kerjasama dalam menghadapi kesulitan hidup. Semua persoalan harus diselesaikan berdua dan selalu pasrah kepada Alloh. Kata Baihaki, ان ذ كرالله شفاء , ingat pada Alloh sebagai obat, dan وان ذكرالناس داء ingat pada manusia penyakit. [البيهقي ].


Kelima : Nasehat [النصيحة], sebagai peralatan yang dibawa dalam perjlanan. Agama adalah nasehat [الدين النصيحة], maka kembali kepada ajaran agama Islam dalam menghadapi setiap persoalan, sehingga mudah terselesaikan. Maka dalam kehidupan rumah tangga, sepenuh apapun perasaan cinta suami pada istri atau sebaliknya, kesalah fahaman dan perselisihan [baik kecil maupun besar] mesti ada. Suami dan istri harus saling mengingatkan, saling menasihati dengan sabar antara keduanya untuk mencapai kebaikan وتواصو بالحق وتواصو بالصبر ( dan bernasehatlah dalam kebaikan dan kesabaran ) atau mungkin kita butuh nasehat-nasehat orang tua, ustadz, tokoh masyarakat, atau orang yang lebih berpengalaman, sebagai obat pencerahan untuk mencapai tujuan hidup yang mungkin salah dilakukan oleh kita. Maka, setelah mendapatkan nasehat-nasehat akan tumbuh saling percaya, saling memaafkan, dan menghargai kesalah fahaman itu. Sikap ini dinamakan takarrum [التكارم] atau saling menghargai.

Keenam : Suami [الزوج ], sebagai nahkoda yang lihai. Suami harus pandai memainkan peranan, dapat menjadi panutan, cerdas melihat situasi, agar penumpang atau orang yang bersamanya merasa aman, tenang dan nyaman. Seorang suami harus memiliki ikhtiar dalam menjalankan perannya, sehingga seburuk apapun situasi dan kondisi yang dihadapinya, harus tenang, sabar, dan berserah diri pada Alloh [يبتغون فضلا من الله ورضوانا ], “mereka mencari karunia Alloh dan keridhoan-Nya”. Maka perumpamaan seorang suami, seperti seorang nahkoda yang menghadapi cuaca yang buruk. Dia harus tetap tenang untuk mencapai tujuan, maka secara perlahan-lahan tapi pasti dia akan lalui badai tersebut dan seluruh penumpang pasti akan menghormati dan menghargainya. Penghargaan itu akan datang dengan sendirinya, mungkin saja berupa ucapan terima kasih, mungkin ciuman, pelukan, bahkan dengan kepasrahan diri penumpang dan penumpang tersebut tiada lain adalah istri. Sikap ini dinamakan tala’ub [التلاعب ].

Ketujuh : Kepasrahan [التسليم], sebagai bekal yang cukup. Dalam menjalani kehidupan rumah tangga, kita harus banyak berusaha [bekerja] dan berdo’a (وابتغ فيما اتاك الله الدار الأخرة ولا تنس نصيبك من الدونيا وأحسن كما احسن الله إليك) " . “ carilah anugrah Alloh untuk kehidupan akhirat, tetapi jangan lupa nasib(bagian)mu untuk kehidupan dunia dan berbuat baiklah sebagaimana Alloh berbuat baik padamu”. Karena usaha atau bekerja tanpa do’a akan sia-sia, dan begitu juga sebaliknya do’a tanpa usaha atau bekerja adalah mimpi atau angan-angan belaka. Suami harus berusaha mencari nafkah untuk menghidupi istrinya. Suami dan istri harus dapat bekerja sama untuk melindungi perjalanan yang panjang, seorang suami tahu kebutuhan istri dan begitu sebaliknya istri tahu kebutuhan suami. Dengan demikian, akan terbangun sikap saling menghargai dan toleransi dalam berumah tangga. Sifat ini dinamakan tasamuh [التسامح].


Ketujuh mutiara ini, dinamakan “Resep agar tetap bahagia”, bertujuan yang jelas, pasti, dan sampai dengan selamat di atas Ridho Ilahi Robbi, dengan mengucapkan :

بارك الله لكماوبارك عليكماوجمع بينكما فى خير

Semoga Alloh memberkahi pernikahan ananda berdua”, amien yaa robbal ‘alamiieen.

Syeikh Ahmad Damanhuri Arman

Diposkan Oleh: Muhtadi Bantan - Diperbarui Pada: Senin, 26 Maret 2012 Pukul 07.22.00



Syeikh Ahmad Damanhuri Arman

Syeikh Ahmad Damanhuri Arman As-Syakaduny Tsumma Al-Makky.

Seorang buya keturunan kesultanan Banten nan karismatik, kakak ipar Abuya Muhmmad Dimyati bin Muhamad Amin Cidahu Cadasari Pandeglang dari lain bapak. Beliau adalah Abuya Ahmad Damanhuri bin Arman bin Sarmani, salah satu tokoh the founding father kota Cikadueun, bersama Abuya Ali bin Aslak dan Abuya Syafei bin Husen, penerus perjuangan Kiayi Haji Zuhri Nawawi bin KH. Ya'qub, yaitu guru dan mertua Abuya Daman (sebutan lain dari beliau).

Semasa masih di Indonesia, Abuya mendirikan pondok pesantren dan mengadakan Madrasah Diniyah Islamiah (MDI) atau Madrasah Ibtidaiyah Islamiah (MII) yang sekarang bernama MDA. (Madrasah Diniyah Awaliyah) Nurul Huda di Cikadueun, Cipeucang, Pandeglang, Banten, Indonesia.

Sebagai sejarah singkat kehidupan beliau. Buya Daman sebelumnya sewaktu kecil berada di Mekah hingga satu kejadian di mana pada tahun-tahun terjadinya fitnah pengusiran para ulama di sana, beliau bersama Abuya jasir, Jaha Serang, ayah tiri dan pengasuh sepeninggal ayahnya, pulang ke tanah Jawi, yaitu julukan P. Jawa, Indonesia.

Sebagai seorang yang haus akan ilmu agama, beliau belajar di Abuya Abdul Halim Kadupeusing, Pandeglang. Berguru pada pemimpin umat sekaligus bupati Pandeglang yang pada waktu itu Indonesia menganut negara serikat, dengan Banten sebagai salah satu keresidenannya menjadi republik, di bawah wilayah otonom negara federal, di kepalai oleh KH. Tubagus Ahmad Khotib.
.
Setelahnya membuka pesantren, beliau tak berhenti belajar dan terus menambah pengetahuannya. Ke Poncol Salatiga mengejar sanad Shohih Al-Bukhori dan Shohih Muslim, hingga ke Lombok ke Pancor di tuan guru Zainudin Abdul Majid.

Untuk mendapatkan setiap disiplin ilmu, beliau datangi para pakarnya. Berguru ilmu falak ke kiayi mas Mansyur Jakarta, tafsir Jalalain di Kiayi Syamsuddin Padarincang, ilmu nahwu khusus Al-Fiyyah di Kadu Kaweng Mama Sanja.

Baru sepeninggal almarhumahah, istri tercinta ibu Hj. Fiddhoh Zuhri, beliau menghendaki mukim di kota Mekah, dan di realisasikan pada thn 1977 M. hingga wafat di sana thn 2007 M. dan di makamkan di pekuburan Ma'la tidak jauh dari makam Syekh Nawawi Al-Bantani.

Silsilah keturunannya.
Uyut Sarmani berputra:
  • Aki Arman + Hj. Sanami bt. H. Abdul Ghoni, berputra
  1. Abuya Damanhuri + Hj. Fiddhoh H. Zuhri & Hj. Enjah Faijah
  2. Hj. Badriyah + KH. Ali Laladon Ciomas Bogor

Abuya, dengan ibu Hj. Fiddhoh berputra:
  1. Hj. Muti'ah + H. Wasid Sahim
    • H. Nawawi + Eneng Mahfud
    • Halum Halimah
    • Gozali
    • Ahmaf Makki
    • Muhammad Zen
    • Zaenab
    • Aminah
    • Abdullah
    • Hafsoh
  2. Hj. Afifah + H. Mahfud Sanusi
    • Asep Alawi
    • Iin (alm)
    • Eneng
    • Muhammad Afif
    • Fiddhoh Zuhriyah
  3. Hj. Enok Maryam + KH. Junaedi Abdul Qodir
    1. M. Yusuf (alm) + Eneng Amimah Basyar
      • Yakuza
    2. Hj. Enong Mushlihah + H. Said Suhandi
      • Shopal
      • Munawar
      • Ni'am
    3. H. Badru Tamam + Masruroh bt. Manaf + Amah
      • Siti Munawaroh
    4. Hj. Nana Sa'idah + Halim Samsudin
      • Fawwaz
    5. H. Muhajir
    6. Hj. Husnul Khotimah + Tb. Entus Damanhuri bin KH. Tb. Shobari
      • Ahmad Qofal
    7. Hj. Eva Nafahat + H. Maki Wasid Sahim
      • Mafaza
    8. H. Fuad
    9. Hj. Anis Hayatunnufus + H. Akfan Miladi Damanhuri
      • Kafa Bihi
    10. Bukhori
    11. Muslim
    12. Eneng
  4. Hj. Oyok Solehah + KH. Uding Badruddin ZA.
    • H. Hasan + Eva
    • H. Hamud Ahmad Maki
    • Muhammad (alm)
    • Muiz
    • Muhammad (alm)
    • Imas Masruroh + Firdaus
    • Muhammad (alm)
    • Ima Rohimah
    • Ahmad Basit
    • Amin Aminudin
    • Hayatun Nufus
Adapun Abuya dengan ibu Hj. Faizah Bakri tiada mempunyai keturunan. Ibu masih ada dan menetap di Cihideung, Cimanuk, Pandeglang.