" ليس الجمال بأثواب تزيننا ولكن الجمال بجمال العلم والأدب "

Silahkan cari:
Subscribe:

Ads 468x60px

Makna Hidup Dalam Berproses

Diposkan Oleh: Muhtadi Bantan - Diperbarui Pada: Sabtu, 07 Juni 2014 Pukul 00.02.00


Makna Hidup Dalam Berproses.

Makna Hidup Dalam Berproses


Dalam ajaran sunda ada perkataan "Ulah eureun melak paré pédah aya béja isuk rék kiamat" (Jangan stop menanam padi karena ada berita bahwa besok akan kiamat).
Ucapan2 seperti ini tidak terlepas dari wejangan2 para leluhur kita dahulu, disarikan dari inti ajaran yg luhur.

Seperti dalam sebuah riwayat;
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Sekiranya kiamat datang, sedangkan di tanganmu ada anak pohon kurma, maka jika (masih) bisa menanamnya (tidak berlangsung kiamat itu sehingga selesai menanam tanaman), hendaklah kamu menanamnya (HR. Ahmad).

Disini Rasulullah Saw mengajarkan kita arti sebuah proses. Bahkan ketika kita sadar sepenuhnya bahwa kehancuran pasti datang, tetaplah menjalani proses yang ada. Melakukan perbaikan adalah proses yang harus terus berjalan walau mungkin ujungnya tidak bisa kita raba apalagi prediksi.

Kita diajarkan untuk berproses. Makanya dalam Islam, ibadah yang sedikit namun kontinyu dibilang sebuah hal yang sangat baik, ketimbang ibadah borongan. Kata pepatah sunda dikatakan 'Ibadah hirup kudu malapah gedang ulah gebrag tumbila'. Hal ini karena ibadah yang sedikit, sederhana namun kontinyu bukan hanya bertujuan pada hasil (berupa pahala dan keredhaan Allah) namun juga sebagai pembentuk karakter diri menjadi orang yang dalam tingkah sederhananya selalu merasakan adanya kuasa dan pantauan Allah. Hal ini akan membentuk karakter muraqabah, selalu merasa diawasi Allah.

Maka, berproseslah Sahabat!

URAIAN TENTANG UCAPAN AL-IMAM AL-SYAFI'I : IN SHAHHAL HADITS FAHUWA MADZHABI

Diposkan Oleh: Muhtadi Bantan - Diperbarui Pada: Jumat, 06 Juni 2014 Pukul 07.35.00


URAIAN TENTANG UCAPAN AL-IMAM AL-SYAFI'I : IN SHAHHAL HADITS FAHUWA MADZHABI.

URAIAN TENTANG UCAPAN AL-IMAM AL-SYAFI'I : IN SHAHHAL HADITS FAHUWA MADZHABI


إن صحّ الحديث فهو مذهبي

أي مذهبي مستنبطة من الأحاديث الصحيحة
وليس كل أحاديث الصحيحة مذهبي
لتعرّض الأدلّة من العام والخاص والمبيّن والمطلق

Ada sebagian anak Adam yang mempunyai kecerdasan intelektual namun kurang jeli dalam anutannya, telah memberikan peringatan pada pengikut / muqollid Al-Imam Al-Syafi’i dengan salah satu perkataan beliau, “In shahha al-hadits fahuwa mazdhabi (apabila suatu hadits itu shahih, maka hadits itulah mazhabku)” dan melarang taklid dalam beribadah.

Imam Al-Nawawi ra. (mujtahid fatwa) sepakat dengan semua gurunya tentang hal ini bahwa benar memang Al-Syafi'i berkata demikian. Akan tetapi perkataan (Ucapan Al-Syafi’i) ini bila pun direalisasikan dalam hal hanya untuk dzohirnya saja maka perkataan beliau itu terkhusus untuk orang yang telah mencapai derajat mujtahid madzhab. Dengan asumsi (syarat) bahwa ia (mujtahid madzhab,_) harus yakin bahwa Al-Syafi’i belum mengetahui hadits itu atau tidak mengetahui (status) kesahihannya. Dan hal ini hanya bisa dilakukan setelah mengkaji semua buku Al-Syafi’i dan buku murid-muridnya. Syarat yang sangat berat, dan sedikit sekali orang yang mampu memenuhinya. Mereka (para penerjemah seluruh perkataan Al-Syafi'i atau bisa di sebut Ashhabul wujuh,_) mensyaratkan hal ini karena Al-Syafi’i sering kali meninggalkan sebuah hadits yang ia jumpai akibat cacat yang ada di dalamnya, atau mansukh, atau ditakhshish, atau ditakwil, atau sebab-sebab lainnya.”

Semua ahli hadits pasti tahu bahwa hadits yang telah terbukukan dalam kitab-kitab hadits jumlahnya jauh di bawah jumlah hadits yang dikumpulkan dan dihafal oleh Al-Hafidz (minimal 100.000 hadits) dan jauh lebih kecil dari jumlah hadits yang dikumpulkan dan dihafal oleh Al-Hujjah (minimal 300.000 hadits). Sedangkan jumlah hadits yang dikumpulkan dan dihafal oleh Imam Mazhab yang empat, jumlahnya lebih besar dari jumlah hadits yang dikumpulkan dan dihafal oleh Al-Hujjah.

Maka bukan berarti beliau, Al-Imam Al-Syafi'i tiada kedatangan sesuatu hadits atau kekurangan hadits bahkan mengesampingkan hadits sampai2 meninggalkannya hanya demi ro'yu (pendapat) nya saja tanpa ada hujjah2 yg lain. Akan tetapi jauh dari itu, yakni: Ulama madzhab mengaris bawahi ucapan A-Syafi'i ini ( In shahhal hadits fahuwa madzhabi ) dengan tafsirannya:

Ay madzhabi mustambathatun minal ahaaditsis shahihah, yakni madzhabku di istinbat dari hadits shahih keseluruhan. Namun selanjutnya : Walaysa kullu ahaaditsis shahiah madzhabi : akan tetapi bukan semuanya akan hadits shahih itu madzhabku, diambil untuk dijadikan dalil hukum istinbatnya karena : Lita'arrudhil adlillah : jika dikompromikan satu hadits dan yg lainnya ada selisih perbedaan pengistinbatannya. Sebab banyak isi satu hadits dengan yg lainnya banyak pertentangan. Kadang ada hadits husus dengan hadits 'am, hadits mubayyan dan mutlak.

Maka dengan itu kiranya salah ada sebagian orang beranggapan bahkan hingga berargumen bahwa Al-Syafi'i itu kekurangan hadits sampai2 mereka meremehkannya.

Dikutip dari uraian para masyayikhil kiram tentang ucapan Imam Al-Syafi'i " IN SHAHHAL HADITS FAHUWA MADZHABI " dengan sanad shohih (langsung didengar dihadapan beliau2, talaqqi.